Sabtu, Februari 16, 2013
KEMAJUAN
SAYANG seribu kali sayang. Kita justeru tidak mengajak mereka menjadi lebih merdeka berfikir dan berkreatif sebaliknya menjadikan mereka sekadar bidak yang dimestikan menurut kehendak yang sudah dijadikan acuan.
Kita tidak menjadi lebih maju berbanding sepuluh tahun yang lalu tetapi sekadar mengulang-ulang kembali apa yang sudah sedia ada. Perdebatan kita masih seputar tema, watak, struktur dan kesopanan. Ketika realitas dunia semakin mendesak dan menekan, kita dipaksa agar tetap berbicara sopan dan menjadi pemberontak yang menyoalkan hak serta maruahnya menjadi dosa yang tidak bisa dimaafkan.
Mereka yang datang lebih kemudian dijadikan ternakan yang diajar menjadi takut dan terlalu penurut. Memilih bebas merdeka dan mandiri dimomokkan sebagai perbuatan kurang ajar. Atau bergayutlah di dahan konvensional sebagai jalan paling selamat.
Sastera ternyata kembali menjadi tempat berhimpun para oportunis. Dan para petualang itu, selalu berselindung dan bertopengkan atas nama akademik. Teori demi teori baru (kononnya) dibina dicipta untuk dijadikan kamar selamat tempat berlindung para pemilik otak yang tidak sudi lagi menerobos jauh keluar daerah sempitnya.
Sehingga dengan sengaja mereka melupakan betapa sastera adalah penerokaan demi penerokaan dan bukan sekatan yang diberikan baju indah bernama. Mereka menjadi salah kaprah di hadapan intelek dan karya sastera: antara yang mana wajar didahulukan atau sesuatu yang menyatu secara utuh dan menimbulkan kesan serta pesan tanpa mendiktekan.
Februari 16, 2013
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan