Puisi mereka adalah perca-perca perasaan, puzzle fikiran atau ide yang dijalin tidak menurut wacana dan tautan yang klise pada zamannya. Mereka melompat, menerjang, menghardik sesekali dan menyerahkan tafsiran secara bebas kepada pembaca. Makna di dalam puisi mereka bukanlah keseluruhan tetapi berupa cebisan-cebisan. Mereka menjadikan suasana sebagai lambang dan setiap kata hanyalah bidak yang bisa disusun kembali oleh pembaca yang lain.
Isnin, Mac 04, 2013
MEREKA BERTIGA
SEJARAH seakan menetapkan betapa mereka berdosa kerana
menuliskan sesuatu yang kabur dan sehingga kini dakwaan itu diteruskan lagi oleh
generasi pembaca (yang menilai),
generasi yang lebih muda dan hidup di abad yang lebih moden, namun kelihatannya
lebih senang untuk tetap terus menjadi
pengulang.
Memang melihat kembali sesuatu yang telah didakwa dan
menjadi semacam tanda dengan penilaian baru memerlukan keberanian yang tidak
sedikit. Tetapi inilah cabaran untuk setiap yang ingin berada di jalan sastera
dengan sikap intelek yang tulus atau
yang mengaku sebelumnya sebagai generasi yang lebih memahami dan terbuka.
Penilaian pertama oleh seorang yang bernama Kassim Ahmad,
yang menjatuhkan hukuman secara diktator sekitar Julai 1958 di majalah Dewan
Bahasa kelihatannya sampai kini tetap dianggap sesuatu yang mutlak dan sah,
yang tidak berani kembali dipersoalkan secara lebih terbuka oleh generasi kini.
Dosa mereka adalah kerana melawan arus zamannya. Mereka
memilih untuk menyatakan perasaan dan fikiran mereka secara yang berbeda.
Ketika menyatakan sunyi, mereka tidak menceritakan sunyi tetapi melukiskan
dengan cara dan gaya mereka sendiri kesan dan akibah kesunyian itu. Mereka bertiga memang tidak
menyuguhkan makna secara per se, dalam setiap baris dan kata secara
keseluruhan.
Puisi mereka adalah perca-perca perasaan, puzzle fikiran atau ide yang dijalin tidak menurut wacana dan tautan yang klise pada zamannya. Mereka melompat, menerjang, menghardik sesekali dan menyerahkan tafsiran secara bebas kepada pembaca. Makna di dalam puisi mereka bukanlah keseluruhan tetapi berupa cebisan-cebisan. Mereka menjadikan suasana sebagai lambang dan setiap kata hanyalah bidak yang bisa disusun kembali oleh pembaca yang lain.
Puisi mereka adalah perca-perca perasaan, puzzle fikiran atau ide yang dijalin tidak menurut wacana dan tautan yang klise pada zamannya. Mereka melompat, menerjang, menghardik sesekali dan menyerahkan tafsiran secara bebas kepada pembaca. Makna di dalam puisi mereka bukanlah keseluruhan tetapi berupa cebisan-cebisan. Mereka menjadikan suasana sebagai lambang dan setiap kata hanyalah bidak yang bisa disusun kembali oleh pembaca yang lain.
Memang. Pada setiap zaman, pelawan zaman selalu dituduh
sinting dan durhaka! Tetapi kita lebih berdosa kerana menerima dan meneruskan tudingan!
Mac 4, 2013
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan